Senin, 26 November 2012

Kentrung

Sekilas Sejarah Seni Kentrung (Pakem) Kentrung merupakan tradisi yang bersal dari arab. Masuknya kentrung berasal dari wali songo yang menyebarkan agama islam. Yang salah satu diantara wali songo, yakni sunan Kalijogo yang masuk pada tahun 1974. Beliau yang membawa kesenian kentrung di Jawa, hingga akhirnya menyebar sampai di daerah Tulungagung. Awalnya kentrung hanya dimainkan di kerajaan-kerajaan yang dipimpin seorang raja. Kentrung adalah suatu pertunjukan yang di dalamnya menceritakan cerita berdasarkan realita. Kentrung dimainkan oleh dua orang yang dipadukan dengan iringan alat musik yaitu gendang, templeng, terbang dan tipung. Awal pemberian nama kentrung “Kluntrang-Kluntrung” berasal dari seseorang yang kebingungan dalam memikirkan masalah hidup. Akhirnya mengamen dan menceritakan masalah yang dihadapi. Prof Dr Suripan Sudi Hutomo dalam bukunya Kentrung mengatakan kesenian ini berkembang pada abad XVI di Kediri, Blitar, Tulungagung, Tuban dan Ponorogo. Versi awal kesenian ini cukup beragam. Ada yang menyebut Kentrung sebagai kesenian asli bangsa Indonesia, namun versi lain mengatakan Kentrung berasal dari jazirah Arab, Persia, dan India. Yang pasti, sebagai sarana dakwah. Pada masa kejayaan, kentrung diminati masyarakat. Kentrung mencapai jaman keemasan pada tahun 1970-an hingga 1980-an. Selama dua dasawarsa itu hampir seluruh masyarakat yang berpesta mengundang Kentrung. Di awal 90-an, ketika televisi makin murah dan layar tancap menawarkan altenatif hiburan yang praktis, Kentrung mulai terseok, hidup enggan matipun tak mau. Jika dimensi kesenian hanya dibatasi pada kategori estetis seperti keindahan, kemerduan, keserasian, harmoni maupun ketrampilan, Kentrung telah memenuhi kriteria tersebut, bukan unsur tontonan saja yang ditonjolkan, tetapi juga tuntunan, ajaran dan himbauan tentang makna hidup itu sendiri. Ditengah krisis moral, krisis keteladanan, krisis kepemimpinan dan krisis kepercayaan seperti sekarang ini, maka kentrung mulai terancam kehilangan pewarisnya dan tergerus oleh bentuk kesenian modern yang setiap kali hanya mengelaborasi aspek tontonan, tetapi miskin atau bahkan minus tuntunan moral.

1 komentar: